Berbuat Baiklah Kepada Istri Sebelum Kepada Orang Lain, Bahagia Istri Jadi Kunci Bertambah Rezekimu

Loading...
Loading...

 


Dalam menjalani hubungan rumah tangga pasti ada pasang surutnya, suka dan dukanya. Namun sangat penting bagi setiap pasangan untuk saling membahagiakan hingga jannah. Sebenarnya, bukan hanya itu kunci mendapatkan rezeki yang melimpah ruah.

Salah satunya adalah seorang suami berbuat baik kepada istri supaya istri tidak memendam perasaan. Emosi seoarang istri harus diperhatikan dan dijaga dengan baik. Banyak istri yang stress karena tekanan dari suaminya yang mengakibatkan dia kurang bahagia. (fotocover: suami membantu pekerjaan rumah tangga)

Tega sekali suami yang selalu memberikan rasa nyaman kepada istrinya. Kamu harus tahu, apabila seorang istri sudah mempunyai anak juga, dia harus mengurus segalanya. Mulai dari mengurusmu sebagai suaminya sampai dengan anak-anakmu juga. Apalagi istri bekerja juga dan sifat suami yang tidak baik, sungguh semakin berat hidupnya.

Wahai Para Suami, Memang Kamu Sibuk Dengan Bekerja Untuk Mencari Nafkah Tapi Bukan Berarti Kamu Bisa Berbuat Semaumu Kepada Istrimu.

Memang kamu sibuk bekerja untuk mencari nafkah, bahkan sesekali kamu sibuk dengan teman-temanmu diluar sana. Kamu juga sibuk dengan media sosial, memainkan handphone dengan tersenyum dan bahkan chatting mesra dengan perempuan lainny. Sedangkan istrimu sedang memasakn sambil menggendong anak di dapur.

Mungkin saja kamu merasa sebagai ketua, raja yang perlu dihormati oleh perempuan yang bernama istri. Baginya semua urusan anak-anak, pakaian dan minuman semuanya urusan istri. Hanya memberikan uang bukan berarti kamu tak mempunyai tanggungjawab mendidik anak-anakmu juga. Bantulah istrimu, bahagiakan dia karena bahagianya merupakan salah satu kunci mengalirnya rezekimu.

Kamu Harus Tahu, Bahwa Istrimu Bukanlah Pembantu yang Harus Kamu Gaji Tapi Dia Adalah Amanah Allah yang Harus Kamu Pertanggungjawabkan Kelak

Ingatlah bahwa istrimu bukanlah pembantu yang harus kamu gaji dengan nilai nomial rupiah saja. Kamu tidak boleh memperlakukannya sesuak hatimu karena dia adalah istrimu. Yang Allah titipkan untuk dijaga dengan sebaik-baiknya karena kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

Ringankanlah bebannya dan fahamilah hati dan perasaannya. Pelukalah dirinya dan katakan bahwa kamu sangat menyayanginya, jangan melukainya dengan cara memperlakukan wanita lain lebih baik daripada melayani istrimu. Ingatlah, bahwa dia dibesarkan dengan baik oleh kedua orangtuanya. Setelah dia memutuskan menikah denganmu serta disetujui oleh orangtuanya, berarti tanggungjawab orang tuanya beralih kepadamu.

Bisa Jadi Istrimu Masih Setia Meski Sering Hatinya Sering Kamu Lukai Melalui Perkataan dan Perbuatan.

Istri merupakan manusia biasa yang mempunyai kekurangan. Mungkin dia memang tak sehebat perempuan lain yang pandai bekerja sehingga bisa menambah penghasilan keluarga. Mungkin juga dia tak sekaya perempuan lain yang bisa membuatmu kagum.

Tetapi dia adalah istri yang sanggup berkorban nyawa untuk melahirkan anak-anakmu. Dia adalah istri yang rela menyiapkan masakan meski pekerjaannya yang menumpuk supaya kamu tidak kelaparan dan kehausan. Dia adalah ibu dari anak-anakmu yang rela tidak tidur semalaman ketika anak sakit. Bahkan dia masih saja setia disismu meski sering kamu lukai.

Dia tak pernah lupa mendoakanmu di setiap sujudnya. Coba kamu pandang kebaikannya jangan hanya keburukannya, karena dia juga tak pernah meminta lebih darimu. Jagalah amanah Allah dengan sebaik-baiknya karena istri dan anak-anakmu bisa menjadi jalannya bertambah rezeki. Jadi berbuat baiklah kepada istrimu sebelum berbuat baik kepada orang lain.

Di Antara Rezekimu, Ada Rezeki Orangtuamu

Sore itu Ummu Hamid pulang dengan gelisah. Ia baru ingat. Hari itu tanggal 18, hari terakhir jatuh tempo pembayaran cicilan rumahnya. Ia tau pasti, dana yang terkumpul dari pendapatannya dan suami sangat terbatas.

Meskipun “hanya” kurang dua ratus ribu rupiah, tetap saja Ummu Hamid pening dibuatnya. Sebab dana yang lain tidak bisa diganggu lagi dengan keperluan berbeda.

Sambil menunggu kepulangan suami, Ummu Hamid menelpon ibunya. Sudah menjadi kebiasaannya rutin menghubungi orangtua sejak ia masih kuliah dahulu.

Mendadak ia terkejut. Kiriman dana bulanan untuk orangtuanya ternyata belum ditunaikan juga.

Selama ini, Ummu Hamid ikut menanggung pemakaian listrik, air dan berbagai keperluan orangtuanya. Ia merasa ada sejumlah pengeluaran tak terduga yang melampaui keuangan keluarganya.

Sempat terbetik untuk acuh. Toh ia masih memiliki saudara lain yang bisa memenuhi kebutuhan orangtua mereka.

Anehnya, justru muncul rasa sombong. Merasa diri paling berjasa pada keluarga khususnya kepada ibunya selama ini.

Syukur, secepat itupula ia beristighfar. Usai menelepon, Ummu Hamid segera mentransfer sejumlah dana kepada ibunya.

Kali ini ia bahkan sengaja melebihkan dari biasanya. Selepas transaksi, kembali Ummu hamid mengecek saldo rekeningnya.

Dana yang sedianya untuk membayar cicilan rumah kini tampak makin berkurang. Lagi-lagi otaknya berpikir keras. Ke mana ia mencari tambahan dana untuk cicilan tersebut.

Ummu Hamid tak ingin menyesal karena telah meringankan kebutuhan ibunya. Sebaliknya ia juga tidak bisa menunda pembayaran cicilan karena terancam denda cukup besar.

Saat ini Ummu Hamid hanya bisa menyicil rumah, sebuah keinginan yang sudah lama terpendam. Memiliki rumah sendiri bersama keluarganya.

Masih dengan perasaan gulana, Ummu Hamid segera mengambil air wudhu. Ia merasa tak punya pelarian lagi kecuali shalat dua rakaat, bersimpuh di hadapan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt).

Baru selesai salam, tiba-tiba suaminya datang mengetuk pintu rumah. Ada lara yang membuncah, ingin segera ia mengadu kepada suaminya.

Tapi Ummu Hamid berusaha menahan sekuat tenaga. Ia tidak mau menambah letih suaminya yang baru pulang dari pekerjaannya di kantor.

“Dinda, alhamdulillah ada rezeki tidak disangka di kantor tadi,” ujar suaminya membuka percakapan sambil tersenyum.

“Pak Rahman datang melunasi pinjamannya yang tiga tahun lalu itu. Entahlah, tiba-tiba saja ia datang ke kantor tadi,” imbuh suaminya sambil menyerahkan sebuah amplop tebal.

“Allahu Akbar…!”

Ummu Hamid tanpa sadar berpekik takbir. Ia sendiri sudah lupa perihal uang piutang itu. Waktu itu mereka hanya berniat menolong Pak Rahman, karib suaminya itu.

Dengan gemetar Ummu Hamid segera membuka amplop itu. Lembar demi lembar terlihat dari dalam amplop. Lembaran itu bahkan masih lengkap dengan ikatan penanda dari bank.

Subhanallah, lagi-lagi ia hampir berteriak. Uang tersebut ternyata persis 200 kali lipat dari jumlah yang baru saja ia transfer kepada ibunya tadi. Masih dalam sujud syukurnya, sebuah pesan singkat masuk atas nama ibunya.

“Nak, terima kasih ya. Kata adikmu ada uang masuk ke rekening ibu. Semoga rezekimu berkah dan berlimpah. Maafkan ibu yang selalu merepotkanmu.”

Sponsored Links
Loading...
Loading...